Kisah  

Sagara Sang Panglima Samudera : Tiga Jurus Yang Menggemparkan

Bab 2

Avatar photo
Sagara Sang Panglima Samudera : Tiga Jurus Yang Menggemparkan

“Semua karakter, peristiwa, dan lokasi dalam kisah ini adalah fiksi dan tidak memiliki hubungan dengan kejadian nyata. Penulis berharap pembaca menikmati kisah ini sebagai hiburan semata dan tidak menganggapnya sebagai fakta sejarah.”

 

BAB 2: Tiga Jurus Yang Menggemparkan

Hampir satu tahun telah berlalu sejak Saga mulai berlatih ilmu keagamaan dan pencak silat di bawah bimbingan Sulaiman. Selama waktu itu, ia mengalami perkembangan pesat. Gerakannya semakin lincah, jurus-jurusnya semakin matang, dan refleksnya semakin tajam. Bahkan, kini ia mampu menandingi Zainudin, kakak seperguruannya yang masih menyimpan rasa iri dan cemburu terhadapnya. Bukan hanya karena kemampuan Saga yang meningkat dengan pesat, tetapi juga karena kedekatannya dengan Rahma, putri Sulaiman.

Namun, di luar latihannya bersama Sulaiman, Saga juga mendapat gemblengan ilmu dalam alam mimpinya. Ratu Mayangsari, sosok misterius yang terus muncul dalam tidurnya, telah mengajarkan banyak hal. Selama hampir setahun, Saga telah menguasai tingkat pertama dari ilmu Saipi Angin dan telah menguasai tujuh jurus pertama dari tujuh belas jurus Betsy. Kemampuannya jauh melampaui perkiraan siapa pun.

Suatu hari, Saga diminta oleh Sulaiman untuk menemani Rahma pergi ke pasar di sekitar Kampung Melayu. Gandi, teman mereka, ikut serta dalam perjalanan. Di sepanjang jalan, Saga menceritakan kegelisahannya. Ia masih tidak mengetahui asal-usulnya yang sebenarnya. Ingatannya hanya samar, hanya terbayang saat perahunya tenggelam bersama sang ayah, Zaelani. Selebihnya, hanya kepingan-kepingan ingatan yang terasa asing baginya.

“Aku merasa… ada kehidupan lain sebelum ini,” ujar Saga. “Aku sering melihat bayangan diriku pergi ke sekolah dengan sepeda, bermain bola bersama teman-teman, dan berkumpul dengan keluarga. Tapi itu semua seperti mimpi belaka.”

Rahma dan Gandi terdiam. Mereka tidak tahu harus berkata apa, tetapi mereka bisa merasakan kegundahan hati Saga.

Setelah selesai membeli semua pesanan Sulaiman, mereka pun bersiap kembali ke rumah. Namun, di perjalanan pulang, langkah mereka terhenti ketika tiga orang berandalan menghadang. Mereka dikenal dengan nama Codet, Maung, dan Japra—preman-preman yang sering meresahkan pasar.

“Hei, cantik! Mau ke mana?” ucap Codet sambil melangkah mendekati Rahma dengan senyum licik.

Gandi langsung maju, mencoba melindungi Rahma. “Pergi kalian! Jangan cari gara-gara!”

Japra tertawa sinis. “Ah, lihat anak ini! Mau jadi pahlawan rupanya!”

Tanpa aba-aba, Japra melayangkan pukulan ke arah Gandi. Gandi berusaha menangkis, tetapi kekuatannya kalah jauh. Ia terhuyung dan jatuh ke tanah. Rahma yang melihat itu mencoba melawan dengan gerakan silat yang dipelajarinya, tetapi sayang, kemampuannya masih kalah dibandingkan para berandalan itu.

Saga awalnya memilih untuk mengalah. Ia tidak ingin membuat keributan. Namun, ketika ia melihat Rahma didorong dengan kasar oleh Codet, sesuatu dalam dirinya mendidih.

“Sudah cukup,” ucap Saga dengan suara rendah.

Maung mencibir. “Kalau tidak suka, mau apa kau?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *