“Cerita ini datang dari Pulo Bawah, negeri di atas air yang tenang di permukaan, tapi gelisah di dasarnya. Negeri yang katanya kaya, tapi warganya masih menunggu giliran mencicipi hasilnya. Jangan terlalu serius, ini cuma kelakar. Tapi kalau terasa menohok, mungkin karena ada yang pas.”
Di Pulo Bawah, ada rumah sakit daerah. Bahkan namanya gagah, megah, seolah siap melayani segala keluhan.
Tapi jangan salah, jangan berharap lebih.
Karena alih-alih menjadi pusat pengobatan, rumah sakit ini lebih dikenal dengan spesialisasi rujukan.
- Demam tinggi? Rujuk.
- Cedera serius? Rujuk.
- Sesak napas? Rujuk.
- Nyeri dada? Ah, sudah pasti rujuk.
π Lalu, untuk apa ada rumah sakit ini?
Bukankah rumah sakit seharusnya menjadi benteng pertama? Bukan sekadar perantara?
Jalan Panjang Menuju Kesembuhan
Bagi warga Pulo Bawah, sakit bukan hanya urusan medis, tapi juga urusan perjalanan panjang.
Bayangkan seseorang mengalami serangan jantung atau stroke, di mana setiap detik menentukan hidup dan mati.
Tapi di sini, perjalanan pasien baru saja dimulai saat mereka dirujuk.
- Ambulans laut harus disiapkan.
- Cuaca harus mendukung.
- Arus laut harus bersahabat.
Jika tidak? Pasien hanya bisa pasrah.
Bukankah ini ironi? Ada rumah sakit, tapi tetap harus menyeberangi laut untuk mendapat perawatan yang layak.
π Kalau begitu, rumah sakit ini sebenarnya untuk siapa?
Janji dan Realita
Dulu, rumah sakit ini dibangun dengan harapan besar.
Katanya:
π¬ βAkses kesehatan warga akan lebih mudah.β
π¬ βTidak perlu lagi jauh-jauh ke daratan.β
π¬ βPelayanan akan lebih maksimal.β
Tapi kenyataannya?
- Dokter spesialis? Terbatas.
- Fasilitas? Banyak yang kurang.
- Penanganan medis serius? Masih bergantung pada rumah sakit di daratan.
Jadi warganya pun bertanya-tanya, sebenarnya rumah sakit ini untuk melayani atau sekadar tempat singgah sebelum dirujuk?
Rujukan Bukan Solusi, Tapi Pilihan Terakhir
Tak ada yang salah dengan sistem rujukan. Tapi kalau setiap kasus sedikit serius langsung dirujuk, lalu apa fungsinya?
Mau sampai kapan warga Pulo Bawah harus bergantung pada belas kasih gelombang laut untuk bisa sembuh?
π Jika rumah sakit hanya jadi pengantar, siapa yang benar-benar melindungi kesehatan warga?
“Tapi ya sudahlah, ini kan cuma kelakar. Kelakar Orang Pulo. Kalau ada yang merasa, ya silakan direnungkan. Kalau tidak, anggap saja angin laut yang lewat.”





