Bayangkan tinggal di sebuah pulau terpencil, dikelilingi lautan luas, di mana akses transportasi terbatas dan fasilitas kesehatan tak selengkap di kota besar. Di tengah tantangan ini, ada sosok yang penuh dedikasi dan keberanian. Ia adalah Ibu Sumiati, seorang bidan yang telah mengabdikan hidupnya untuk masyarakat Kepulauan Seribu sejak tahun 1971.
Lulus dari sekolah kebidanan dengan ikatan dinas, Ibu Sumiati pertama kali ditugaskan ke Pulau Panggang, sebuah tempat yang bahkan belum terbayang olehnya sebelumnya. Perjalanan panjang menyebrangi laut selama lima jam menjadi awal dari kisah yang penuh perjuangan. Saat itu, fasilitas medis terbatas, dan masyarakat masih bergantung pada dukun untuk persalinan.
Namun, Ibu Sumiati tidak menyerah. Ia tidak menggusur para dukun, melainkan merangkul mereka. “Saya ajak mereka bekerja sama,” kenangnya. Dengan pendekatan persuasif, ia mengajarkan para dukun tanda-tanda kehamilan berisiko dan cara-cara membantu kelahiran yang aman. Pendekatan ini membangun kepercayaan masyarakat, perlahan-lahan membawa ibu-ibu hamil ke Puskesmas untuk mendapatkan pemeriksaan yang lebih baik.
Tantangan yang dihadapi Ibu Sumiati tak berhenti di situ. Ia sering dipanggil ke pulau-pulau lain, bahkan di tengah malam, untuk menangani kasus darurat seperti plasenta yang tak keluar. Perjalanan malam menggunakan kapal kecil, melewati ombak besar, adalah hal biasa baginya. Dalam salah satu pengalaman, ia harus meminum air cairan es balok di tengah laut karena kapal yang ia tumpangi mogok.
Hasil dari dedikasinya luar biasa. Angka kematian ibu di wilayah tugasnya menurun drastis. Ia bahkan berhasil mengubah pola pikir masyarakat tentang kontrasepsi, meski awalnya mendapat penolakan keras. Berkat kerja kerasnya, banyak keluarga yang akhirnya memahami pentingnya menjaga jarak kelahiran demi kesehatan ibu dan anak.
Tidak hanya masyarakat Indonesia yang menghargai pengabdiannya. Pada tahun 2008, Ibu Sumiati diundang oleh WHO ke Glasgow, Skotlandia, untuk menerima penghargaan atas dedikasinya di bidang kesehatan. Sebuah kebaya hijau tosca yang ia kenakan dalam acara tersebut menjadi simbol perjuangannya sebagai bidan dari pulau kecil di tengah lautan.
Meski sudah pensiun, Ibu Sumiati masih menjadi tempat masyarakat berkonsultasi. Dengan pengalamannya yang luas, ia terus membantu dengan memberikan saran-saran kepada ibu-ibu hamil atau tenaga kesehatan yang lebih muda. Baginya, pelayanan adalah panggilan hati, bukan sekadar profesi.
Kisah Ibu Sumiati bukan hanya inspirasi, tetapi juga pengingat bahwa dengan dedikasi, keberanian, dan cinta untuk sesama, kita bisa membuat perubahan besar, bahkan di tempat yang paling terpencil sekalipun.









