Pulau Pramuka — Sebagai bagian dari rangkaian Bulan Literasi Keuangan 2025, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan OJK memberikan perhatian serius terhadap fenomena pinjaman ilegal dan praktik rentenirisasi yang mulai meresahkan warga di Kepulauan Seribu.
Asisten Administrasi Ekonomi dan Pembangunan (Asminekbang) Kabupaten Kepulauan Seribu, Iwan Samosir menegaskan, literasi keuangan bukan hanya soal menabung, tapi juga pemahaman utuh tentang risiko berhutang, terutama kepada pihak yang tidak resmi.
“Banyak warga yang tergiur tawaran pinjaman cepat, tanpa jaminan. Tapi ujungnya mencekik. Kami ingin warga bisa membedakan mana lembaga resmi, mana jebakan,” tegas Iwan saat ditemui Senin (26/5/2025).
Ia menyebutkan, dalam beberapa tahun terakhir, praktik pinjol ilegal dan sistem rentenir berkedok koperasi simpan pinjam atau bantuan sosial marak menyasar warga pulau. Modusnya menyasar masyarakat rentan, ibu rumah tangga hingga pelaku UMKM kecil yang membutuhkan dana cepat.
Melalui kegiatan literasi keuangan yang digelar mulai Selasa, 27 Mei 2025, Iwan mengatakan warga akan diberikan edukasi untuk mengenali ciri-ciri pinjol ilegal, seperti tidak adanya izin dari OJK, pencairan instan tanpa perjanjian tertulis, dan bunga tinggi yang tidak transparan.
“Kita akan hadirkan lembaga keuangan resmi yang akan buka layanan edukasi langsung, supaya warga tidak sekadar paham, tapi juga punya alternatif yang aman,” tambahnya.
Iwan mengakui bahwa wilayah pulau menjadi sasaran empuk karena keterbatasan akses informasi. Oleh karena itu, kehadiran langsung pemerintah ke wilayah permukiman pulau menjadi langkah penting menutup ruang gerak praktik ilegal ini.
“Kita juga akan dorong peran RT/RW dan tokoh masyarakat untuk ikut menyuarakan bahaya rentenir dan pinjol ilegal,” ujarnya.
Diharapkan, kegiatan ini bisa membentuk kesadaran kolektif bahwa akses keuangan harus dibangun dengan prinsip bijak, sehat, dan berizin. Edukasi akan difokuskan pada kelompok rentan, termasuk perempuan, pelaku usaha kecil, dan pelajar yang mulai terpapar pinjaman daring.
“Literasi yang baik bisa mencegah utang yang salah. Jangan sampai pinjaman jadi sumber kemiskinan baru,” tutup Iwan.









