Jakarta — Bupati Kepulauan Seribu, Muhammad Fadjar Churniawan, mengingatkan masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi konflik sosial yang bisa muncul di tengah kehidupan komunal pulau-pulau berpenduduk. Pesan tersebut ia sampaikan dalam kegiatan Dialog Interaktif Manajemen dan Penanganan Konflik Sosial yang digelar di Grand Dafam Ancol, Jumat (18/07/2025).
Fadjar menekankan bahwa harmoni sosial tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu dirawat melalui musyawarah, komunikasi yang sehat, dan sistem deteksi dini di tingkat komunitas. “Konflik bukan hanya soal fisik, tapi juga gesekan emosional, ekonomi, bahkan persepsi. Kita harus siap mencegah sebelum meledak,” ujar Fadjar.
Ia menyebut bahwa tantangan sosial di Kepulauan Seribu cukup unik. Dengan akses yang terbatas, keberagaman warga, dan pengaruh luar dari wisata serta media sosial, konflik bisa muncul dari hal-hal sepele. “Jangan remehkan persoalan kecil. Konflik parkir bisa jadi konflik antar keluarga kalau tidak segera ditangani,” ucapnya.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Suban Kesbangpol dan menghadirkan lintas elemen masyarakat: tokoh agama, tokoh adat, PKK, karang taruna, pengelola pulau wisata, serta perwakilan sekolah dan SKPD. Mereka bersama-sama menyusun strategi komunikasi sosial berbasis kearifan lokal dan partisipasi warga.
Kepala Suban Kesbangpol, Achmad Yani Rivai Yusuf, menyampaikan bahwa program ini bertujuan membentuk sistem pertahanan sosial berbasis komunitas. “Kami ingin masyarakat punya benteng sosial, bukan hanya pasang teralis di rumah. Damai itu investasi,” katanya.
Salah satu wacana yang mencuat dari forum ini adalah pembentukan Tim Damai Kelurahan, berisi warga yang dilatih untuk menjadi mediator konflik ringan, seperti sengketa lahan, miskomunikasi antar RT, atau ketegangan terkait bantuan sosial.
Beberapa warga menyampaikan bahwa konflik bisa dicegah jika kanal dialog tetap dibuka. “Kadang orang ribut bukan karena masalah besar, tapi karena tak ada tempat mengadu,” ujar Yani, peserta dari Pulau Pari.
Bupati Fadjar juga mendorong agar edukasi nilai damai mulai masuk ke kurikulum sekolah. “Kalau anak-anak belajar nilai musyawarah dan empati sejak dini, maka kita sedang membangun masa depan yang lebih tenang,” tegasnya.
Di akhir kegiatan, para peserta menyepakati perlunya pembentukan Forum Kewaspadaan Sosial Pulau yang akan aktif memantau potensi konflik dan memberi rekomendasi kepada pemerintah daerah.
Bagi Fadjar, menjaga kedamaian bukan tugas satu-dua orang, tapi upaya bersama. “Pulau bisa indah, tapi kalau warganya renggang, maka harapan tenggelam.”









