Kepulauan Seribu – Program mudik gratis yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu menuai beragam tanggapan, termasuk dari pemilik kapal ferry tradisional yang merasa kebijakan ini dapat berdampak pada usaha mereka.
Salah satu nahkoda kapal penumpang tradisional KM Bima, Alfian atau yang akrab disapa Bewok, menyampaikan bahwa keberadaan mudik gratis membuat warga lebih memilih transportasi gratis, sementara kapal tradisional justru hanya digunakan untuk mengangkut barang bawaan berat seperti sepeda motor, koper, dan perlengkapan lainnya.
“Warga sekarang banyak yang punya kendaraan. Kalau orangnya naik kapal gratis tapi barangnya dititipkan ke kapal tradisional, itu jelas memberatkan kami,” ujar Alfian, Minggu (9/3).
Menurutnya, para pemilik kapal tradisional tidak keberatan jika tetap bisa beroperasi dengan adil, namun ketika hanya dimanfaatkan untuk membawa barang sementara penumpang berpindah ke kapal mudik gratis, hal itu dinilai merugikan pihaknya.
“Saya tidak masalah jika ada yang menitipkan barang, tapi harus dihargai. Untuk kendaraan bermotor misalnya, saya akan pasang tarif sesuai kapasitasnya. Motor dengan kapasitas mesin 150cc ke atas akan saya kenakan tarif Rp200 ribu, sedangkan di bawahnya Rp150 ribu,” tegasnya.
Alfian juga berharap pemerintah dapat memberikan dukungan bagi kapal tradisional selama momen Lebaran, seperti dengan subsidi bahan bakar atau bentuk bantuan lainnya agar kapal tradisional tetap bisa beroperasi dan mendapatkan penumpang.
“Kalau pemerintah bisa membantu kapal tradisional di momen Lebaran, misalnya subsidi BBM atau yang lainnya, tentu akan lebih adil bagi kami,” katanya.
Namun, Alfian merasa selama ini aspirasi pelaku usaha kapal tradisional kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Ia mengaku sudah sering menyampaikan keluhan dalam berbagai pertemuan, tetapi tidak pernah mendapatkan tanggapan yang jelas.
“Kami sering rapat, sering ngobrol soal ini, tapi permintaan seperti subsidi atau insentif untuk kapal tradisional tidak pernah direspons dengan serius,” keluhnya.
Selain itu, ia juga menyoroti sulitnya proses administrasi bagi kapal tradisional, termasuk dalam hal perpanjangan surat-surat operasional yang masih harus dilakukan di Jakarta.
“Bahkan untuk perpanjangan surat kapal saja, kami masih harus bolak-balik ke Jakarta. Padahal seharusnya ada solusi agar bisa diurus lebih dekat,” pungkasnya.
Dengan adanya program mudik gratis, Alfian berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam mengambil kebijakan agar kapal penumpang tradisional tetap bisa beroperasi secara berkelanjutan tanpa merasa terpinggirkan.
