Pada tahun 1894, sebuah kapal pemerintahan Belanda berlabuh di Kepulauan Seribu. Tiga orang turun, termasuk seorang pria lanjut usia dan dua pemuda, dikawal oleh pasukan bersenjata. Mereka menaiki sekoci yang diarahkan oleh dua pengawal ke sebuah pulau tak berpenghuni. Setelah mereka turun, pengawal kembali ke kapal.
Pada tahun 2011, tim dari Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, tiba di Pulau Tidung untuk meneliti keberadaan makam seorang raja. Mereka mengambil sampel DNA dari makam-makam yang terbengkalai dan mengujinya.
Setelah empat tahun pencarian, Lembaga Adat Besar Tidung mengumumkan penemuan makam Raja Pandita. Sejarah Pulau Tidung pun terungkap.
Pada tahun 1853, Aji Muhammad Sapu dinobatkan sebagai Raja Tanah Tidung dengan gelar Panembahan Raja Pandita. Belanda memaksa sang raja menyerahkan kekuasaannya, tetapi ia menolak. Rakyat Tidung bersiap melawan, namun Raja Pandita mencegah untuk menghindari korban.
Belanda menangkap Raja Pandita beserta dua cucunya dan membuang mereka ke sebuah pulau tak dikenal di Kepulauan Seribu. Raja Pandita menamakan pulau itu Pulau Tidung sebagai simbol perlawanannya.
Ia mempopulerkan nama tersebut hingga dikenal oleh para nelayan dan pendatang. Pulau Tidung dihuni oleh Raja Pandita hingga wafatnya pada tahun 1894. Cucunya, Sayid Abdurrahman dan Sayid Abubakar, tetap tinggal untuk merawat makam sang raja.
Setelah penggalian, tulang belulang Raja Pandita dipindahkan ke TPU Kampung Tidung untuk mempertahankan sejarah dan semangat perlawanannya.
Pulau Tidung terdiri dari dua pulau, yaitu Tidung Besar dan Tidung Kecil. Pada tahun 2005, Bupati Kepulauan Seribu membangun jembatan permanen yang menghubungkan kedua pulau tersebut, yang dikenal sebagai Jembatan Cinta.
Jembatan tersebut menjadi tempat di mana banyak pasangan menyatakan kesetiaan mereka. Pulau Tidung juga memiliki Pantai Saung Perawan, hutan bakau, dan fasilitas wisata seperti banana boat dan penyewaan perahu.
Penduduk terlibat aktif dalam pengembangan wisata Pulau Tidung. Mereka memiliki homestay dan menyediakan makanan dengan harga terjangkau. Pulau Tidung menjadi pelopor pembangunan pariwisata berbasis masyarakat di Kepulauan Seribu dan menginspirasi pulau-pulau lainnya.








