Amirudin terlihat terkejut. “Kakek buyut? Generasi ke empat? Saya tidak mengerti, Nak Saga. Apa yang kamu maksud?” Amirudin menunjukkan rasa bingungnya terhadap hubungan Saga dengan Sihun dengan nada yang sedikit heran.
Saga tersenyum dan menjelaskan dengan sabar. “Saya… saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya dengan jelas, Pak Amirudin. Saya hanya tahu bahwa saya berasal dari garis keturunan yang sama dengan Sihun, tapi saya tidak pernah bertemu dengan beliau.” Saga menunjukkan kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi pertanyaan Amirudin, membuat Amirudin semakin penasaran dengan cerita Saga.
Gandi terlihat terkejut dan tidak percaya. “Keturunan Sihun? Tidak mungkin!” katanya dengan nada yang tinggi. Gandi berbicara dengan penuh keheranan, seolah tidak bisa menerima kenyataan bahwa Saga adalah keturunan Sihun.
Saga tersenyum dan mengangguk dengan sopan. “Ya, Gandi. Saya adalah keturunan Sihun. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi saya tahu bahwa saya memiliki hubungan darah dengan beliau.” Saga menjelaskan hubungannya dengan Sihun dengan jelas dan sopan, tanpa sedikit pun kesombongan.
Gandi terlihat semakin terkejut. “Tapi… tapi bagaimana kamu bisa mengingat tentang dirimu sendiri? Kamu… kamu tidak bisa mengingat tentang apa-apa sebelumnya.” Gandi menunjukkan rasa bingungnya terhadap kemampuan Saga untuk mengingat tentang dirinya sendiri dengan nada yang sedikit heran.
Amirudin juga terlihat sangat heran dan bingung. “Tapi, Nak Saga, saya tidak mengerti. Jika kamu adalah keturunan ke empat Sihun, maka itu berarti Sihun sudah meninggal dunia beberapa generasi yang lalu,” katanya dengan nada yang penuh dengan rasa ingin tahu.
“Tapi, saya baru-baru ini mendengar kabar tentang Sihun yang masih hidup dan berada di Pulau Kelapa. Bagaimana ini bisa terjadi?” Amirudin menunjukkan rasa bingungnya terhadap situasi yang sedang terjadi dengan mata yang bersinar dengan rasa penasaran.
Saga terlihat tidak bisa menjawab pertanyaan Amirudin. Dia hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum. “Saya tidak tahu, Pak Amirudin. Saya sendiri tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi,” katanya dengan nada yang sopan dan jujur.
Gandi, yang berada di samping Saga, juga terlihat bingung. “Ya, Pak Amirudin, ini memang sangat aneh. Tapi, saya rasa kita harus mencari tahu lebih lanjut tentang ini,” katanya dengan nada yang penasaran dan ingin tahu.
Amirudin menghela napas dan tersenyum. “Sudahlah, sebaiknya kita makan malam dulu. Saya semakin bingung dan penasaran tentang kamu, Nak Saga. Siapa sebenarnya kamu ini?” Amirudin menunjukkan rasa penasarannya terhadap Saga dengan mata yang bersinar dengan rasa ingin tahu.
Saga tersenyum dan mengangguk. “Baik, Pak Amirudin. Saya juga lapar. Mari kita makan malam dulu,” katanya dengan nada yang ramah dan sopan.
Hajar, yang sedang menyiapkan makan malam di dapur, memanggil mereka dengan suara yang hangat dan ramah. “Makan malam sudah siap! Silakan, Pak Amirudin, Nak Saga, dan Gandi!” Hajar menunjukkan keramahan dan kebaikan hatinya kepada mereka dengan senyum yang hangat.