Gandi dan pemilik perahu terkejut dengan perubahan cuaca yang tiba-tiba ini. Mereka berdua berlari menuju sebuah gubuk yang terletak di dekat pantai, berusaha berlindung dari badai yang semakin kencang. “Apa yang terjadi?” tanya Gandi dengan khawatir. “Mengapa cuaca tiba-tiba berubah seperti ini?”
“Apa yang terjadi?” tanya Gandi dengan suara yang terdengar khawatir. “Cuaca tiba-tiba berubah seperti ini!”
Pemilik perahu menggelengkan kepala. “Saya tidak tahu, tapi saya rasa ini bukan cuaca biasa. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres di pulau ini.”
Saat mereka berdua berbicara, badai semakin kencang. Petir menyambar langit, membuat suara yang sangat keras. Hujan turun dengan deras, membuat air laut semakin tinggi. Gandi dan pemilik perahu berdua berlindung di dalam gubuk, berharap badai ini segera berlalu dan Saga selamat.
Di dalam batang pohon Dewandaru, Saga sedang menghadapi serangan gaib yang dahsyat. Sinar merah menyala berkali-kali menghantam ke arahnya, membuat udara di sekitarnya terasa panas dan bergetar. Saga merasa seperti sedang menghadapi sebuah badai yang tidak terhingga, dengan kekuatan gaib yang sangat kuat dan mengancam.
Saat Saga sedang bergerak untuk menghindari sinar merah, dia tiba-tiba mendengar bisikan Ratu Mayangsari. “Cepat keluarkan cincin pemberianku, Saga, dan satukan dengan mata tombak Kyai Pleret! Lalu, hantamkan ke arah sumber sinar merah itu!” Suara Ratu Mayangsari terdengar seperti sebuah bisikan yang lembut namun penuh dengan otoritas.
Tanpa ragu-ragu, Saga segera mengeluarkan cincin yang diberikan oleh Ratu Mayangsari dan menyatukannya dengan mata tombak Kyai Pleret. Saat keduanya bersatu, terjadi ledakan cahaya yang sangat kuat, membuat sinar merah yang menghantam ke arah Saga menjadi lemah. Cahaya itu terlihat seperti sebuah ledakan yang sangat besar, dengan warna yang sangat cerah dan intens.
Dengan kekuatan yang baru, Saga segera menghantamkan cincin dan mata tombak yang bersatu ke arah sumber sinar merah. Ledakan cahaya yang sangat kuat terjadi lagi, membuat sinar merah itu lenyap sepenuhnya. Suara ledakan itu terdengar seperti sebuah guntur yang sangat keras, mengguncang udara di sekitarnya.
Saat sinar merah itu lenyap, Dewandaru menjadi terkejut dan marah. “Kamu tidak bisa mengalahkanku!” teriak Dewandaru dengan suara yang sangat keras, membuat udara di sekitarnya bergetar.
Namun, saat melihat cincin yang digunakan Saga, Dewandaru merasa seperti telah ditelan oleh sebuah kegelapan yang sangat pekat. Dia tahu bahwa cincin itu adalah salah satu benda pusaka tertinggi dalam ranah benda pusaka di Nusantara, dan dia tidak bisa membayangkan bagaimana Saga bisa memiliki cincin seperti itu.
Dewandaru menjadi lebih berhati-hati dan tidak ingin mengambil risiko lagi. Dia tahu bahwa cincin itu memiliki kekuatan yang sangat besar dan bisa mengalahkannya. Dewandaru merasa seperti sedang berdiri di tepi sebuah jurang yang sangat dalam, dan dia tidak ingin jatuh ke dalamnya.
“Aku tidak ingin melawanmu lagi, Saga,” kata Dewandaru dengan suara yang lebih lembut, menunjukkan ketakutannya.