*, Kisah  

Sagara Sang Panglima Samudera : Menumpas Angkara Murka

Bab 6

Avatar photo

“Semua karakter, peristiwa, dan lokasi dalam kisah ini adalah fiksi dan tidak memiliki hubungan dengan kejadian nyata. Penulis berharap pembaca menikmati kisah ini sebagai hiburan semata dan tidak menganggapnya sebagai fakta sejarah.”

 

Bab 6 : Menumpas Angkara Murka

Saat matahari terbit di ufuk timur, Saga dan kawan-kawannya tiba di Pulau Onrust, sebuah pulau yang indah dengan laut yang biru dan pantai yang putih. Angin laut yang sejuk berhembus di wajah mereka, membuat mereka merasa segar dan siap untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Gandi, yang berbadan gempal dan selalu tersenyum, berjalan di samping Saga dengan langkah yang santai.

“Kita harus berhati-hati,” kata Saga kepada kawan-kawannya, sambil menatap sekeliling dengan mata yang tajam. “Kita tidak tahu berapa banyak perampok yang ada di sini.”

“Tidak apa-apa, Saga,” jawab Gandi dengan nada yang percaya diri. “Kita telah siap untuk menghadapi mereka. Kita tidak akan membiarkan mereka mengganggu kita.”

Saat Saga dan kawan-kawannya berjalan di pantai Pulau Onrust, mereka tiba-tiba dihadang oleh segerombolan perompak. Perompak-perompak tersebut memiliki wajah yang kasar dan mata yang tajam, serta senjata yang terlihat berbahaya.

“Halt! Kalian tidak bisa lewat dari sini!” teriak salah seorang perompak, sambil mengacungkan senjatanya.

Saga dan kawan-kawannya berhenti dan menatap perompak-perompak tersebut dengan tenang. Gandi bahkan tersenyum, menunjukkan bahwa dia tidak takut.

“Apa yang kalian inginkan?” tanya Saga dengan santai, sambil menatap perompak-perompak tersebut dengan mata yang tajam.

“Kalian adalah orang-orang kampung yang sok jagoan!” teriak perompak lainnya, sambil menghina Saga dan kawan-kawannya. “Kalian tidak tahu siapa kami! Kami adalah perompak yang paling berani di Kepulauan Seribu!”

Salah seorang perompak tersebut, yang memiliki wajah yang kasar dan mata yang tajam, melangkah maju dan menatap Saga dengan sombong. Dia memiliki bekas luka di pipinya dan senyum yang menunjukkan kejahatan.

Baca Juga :  Plt. Bupati Tinjau SWRO & BWRO: Langkah Konkret Pastikan Air Bersih di Pulau Panggang & Pulau Kelapa

“Kamu, anak bau kencur! Sepantasnya kamu masih berada di keteak ibumu! Apa yang kamu lakukan di sini?” teriak perampok tersebut dengan nada yang menghina.

Saga menatap perompak tersebut dengan tenang, namun matanya berkilat dengan kemarahan. Dia bisa merasakan darahnya mendidih dengan kemarahan.

“Aku tidak takut pada kalian!” teriak Saga dengan suara yang keras. “Aku akan menghajar kalian semua!”

Perompak-perompak tersebut tertawa dengan keras dan menghina Saga. Mereka memiliki senjata yang terlihat berbahaya dan wajah yang kasar.

“Kamu pikir kamu bisa menghajar kami? Kami akan membunuhmu!” teriak salah seorang perompak yang memiliki luka bekas sayatan di wajahnya.

Perompak-perompak yang berjumlah sekitar 30 orang itu membuat nyali Basri dan empat warga lainnya ciut. Mereka berbisik-bisik dengan suara yang tidak jelas dan mata yang takut.

“K-kita harus apa, ya?” bisik Basri dengan suara yang gemetar.

“T-tidak tahu, tapi kita harus siap,” jawab salah seorang warga dengan suara yang tidak jelas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *