Kisah  

Sagara Sang Panglima Samudera : Ombak Takdir di Pulau Kelapa

Bab 1

Avatar photo

Rahmah dan Gandi sering membantunya di saat-saat sulit. “Bersabarlah, Kak Saga,” ujar Rahmah suatu hari. “Abah selalu mengajarkan bahwa kesabaran akan membuahkan hasil.”

Gandi tertawa kecil. “Dan aku yakin kau punya sesuatu yang istimewa, Saga. Aku bisa melihatnya. Ada cahaya keemasan dalam dirimu.”

Saga menatap Gandi dengan bingung. “Cahaya keemasan? Apa maksudmu?”

Gandi hanya tersenyum. “Aku bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa. Dan aku yakin, kau bukan orang biasa.”

Malam itu, Saga tertidur dengan tubuh lelah setelah bekerja seharian. Namun, dalam tidurnya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Ia berada di dalam ruang kosong yang dipenuhi cahaya keemasan. Di hadapannya berdiri seorang perempuan berwajah anggun, mengenakan pakaian khas kerajaan.

“Siapa kau?” tanya Saga.

Perempuan itu tersenyum lembut. “Namaku Ratu Mayangsari. Aku adalah putri dari kerajaan di tanah Banten. Jiwaku telah lama mengembara, dan kini aku berada di dalam dirimu.”

Saga tertegun. “Kenapa kau ada di sini?”

“Karena kau adalah harapan baru,” jawab Mayangsari. “Aku akan membantumu memahami kekuatan yang ada dalam dirimu. Kau akan belajar lebih dari sekadar bela diri biasa. Aku akan mengajarkanmu ilmu kanuragan, seperti Saipi Angin dan Jurus 17 Betsi. Namun, kau harus siap menjalani latihan berat.”

Saga menelan ludah. Ia tidak mengerti sepenuhnya, tetapi hatinya mengatakan bahwa ia harus menerima takdir ini.

“Baiklah, aku siap,” ucapnya.

Mayangsari tersenyum puas, lalu mengulurkan tangan. Dalam genggamannya, ada sebuah cincin dengan batu berwarna kuning keemasan yang bersinar lembut.

“Ambillah cincin ini, Saga. Cincin ini bukan sekadar perhiasan, melainkan simbol kekuatan dan tanggung jawab. Selama kau menjaganya, aku akan selalu ada bersamamu. Namun, jangan sampai cincin ini jatuh ke tangan yang salah, karena kekuatannya dapat membawa kehancuran jika disalahgunakan.”

Saga ragu sejenak, tetapi akhirnya ia meraih cincin itu. Begitu jari-jarinya menyentuh permukaan batu, ia merasakan aliran energi yang kuat mengalir ke dalam tubuhnya. Seketika, ia merasa tubuhnya lebih ringan dan pikirannya lebih tajam.

“Ingatlah, perjalananmu masih panjang,” bisik Ratu Mayangsari sebelum sosoknya perlahan menghilang dalam cahaya keemasan.

“Saga! Bangun! Waktunya shalat subuh!”

Saga terperanjat bangun. Napasnya masih tersengal, tubuhnya terasa aneh. Cahaya keemasan yang ia lihat dalam mimpinya masih terasa nyata. Tangannya refleks menggenggam jemarinya sendiri, mencari keberadaan cincin itu—tetapi tidak ada.

Di hadapannya, Gandi sudah berdiri dengan senyum khasnya. “Kau tidur terlalu nyenyak. Ayo, kita ke masjid sebelum Guru Sulaiman marah.”

Saga masih sedikit bingung, tetapi ia segera bangkit. Ia tahu, perjalanan barunya telah dimulai, dan ia harus bersiap menghadapi segalanya.

Nantikan kisah selanjutnya di Bab 2: Tiga Jurus Yang Menggemparkan!

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *