Nayaka Sari terus menekan, mengombinasikan serangan dengan Jurus Ratu Srigunting Menebar Pesona. Gerakan ini begitu cepat hingga Saga hampir tidak bisa mengikuti.
Ketika Nayaka Sari mengerahkan serangan terakhirnya, Tameng Waja Tingkat Kedua secara refleks melindungi tubuh Saga dari serangan fatal. Seketika itu juga, Nayaka Sari tersentak, matanya melebar saat ia melihat sosok Ratu Mayangsari di dalam diri Saga.
Tiba-tiba, ia mundur selangkah, kehilangan keseimbangan. Momen itu cukup bagi Saga untuk membalikkan keadaan, menjatuhkan Nayaka Sari, dan memenangkan pertarungan.
Sorak-sorai memenuhi alun-alun. Namun, Saga melihat mata Nayaka Sari masih terfokus padanya, penuh kebingungan dan ketertarikan.
Sultan Demak berdiri dari singgasananya dengan wibawa dan kekuasaan yang tak terbantahkan. “Wahai para pendekar, hari ini kita telah menyaksikan kehebatan para pejuang sejati yang telah menunjukkan kemampuan dan keberanian mereka. Kini, tibalah saatnya titahku…”
Saga menatap ke arah sang Sultan dengan penuh perhatian dan rasa hormat. Dalam hatinya, ia tahu bahwa petualangannya baru saja dimulai, dan bahwa ia harus siap menghadapi tantangan dan ujian yang akan datang.
Setelah dinyatakan sebagai pemenang, Saga dipanggil Sultan Demak ke istana. Sang Sultan menyambutnya dengan senyum bangga.
“Saga, kau telah menunjukkan kekuatan dan kebijaksanaan yang luar biasa. Aku memiliki tugas penting untukmu, sebuah tugas yang membutuhkan keberanian dan kecerdasanmu,” ucap Sultan dengan nada yang serius.
Saga menunduk hormat, merasakan kehormatan dan tanggung jawab yang besar. “Perintah paduka adalah kehormatanku, Baginda.”
“Aku ingin kau kembali ke Kepulauan Seribu dan mencari pusaka leluhur yang tersembunyi di sana. Pusaka ini memiliki kekuatan besar yang dapat membantu kita melawan penjajah dan membawa kemerdekaan bagi rakyat kita. Tapi bukan hanya itu, aku juga ingin kau membantu rakyat di sana yang tengah menderita dan membutuhkan bantuanmu,” jelas Sultan dengan mata yang berbinar dengan harapan.
Saga mengepalkan tangan, semangat berkobar dalam dadanya. “Aku siap melaksanakan tugas ini, Baginda. Aku tidak akan mengecewakanmu.”
Sultan menepuk pundaknya dengan senyum bangga. “Aku percaya padamu, Saga. Pergilah dan bawalah harapan rakyat bersamamu. Kita akan menunggu kabar baik darimu.”
Kembali ke Kepulauan Seribu
Dalam perjalanan kembali ke Perguruan Tanjung Pasir, Zainudin mendekati Saga dengan ekspresi menyesal yang terlihat jelas di wajahnya. “Saga, aku ingin meminta maaf. Aku salah menilaimu sebelumnya. Kau telah membuktikan dirimu sebagai pendekar sejati.”
Saga tersenyum dan menepuk bahu Zainudin dengan hangat. “Tidak ada dendam di antara saudara. Kita adalah keluarga.”
Saat rombongan melanjutkan perjalanan, Saga melihat sekilas bayangan ungu berkelebat di kejauhan. Sosok itu mengenakan cadar, namun mata indahnya bersinar penuh misteri. Saga tertegun, merasa ada sesuatu yang familiar dengan sosok itu. Apakah itu Nayaka Sari?
Rahma mendekati Saga dan menyentuh bahunya dengan lembut. “Apa yang kau lihat?” tanyanya dengan nada menyindir yang terdengar jelas.