Cerpen  

Bara dalam Sekam

Avatar photo

Ia menatap wajah-wajah yang ada di hadapannya, memastikan semua orang mendengarkan dengan seksama, lalu melanjutkan, “Program kedua saya adalah merestrukturisasi kepegawaian agar lebih administratif. Administrasi yang baik adalah fondasi dari sebuah lembaga yang efektif. Kita perlu memastikan bahwa semua pekerjaan berjalan lancar dan efisien.

Kinan menghela napas singkat sebelum melanjutkan, “Dan program ketiga saya adalah meningkatkan pelayanan kemanusiaan agar lebih dekat dengan masyarakat dan lebih efektif dalam menanggapi kebutuhan mereka. Pelayanan kita harus responsif dan tepat sasaran, membantu mereka yang benar-benar membutuhkan.

Ruangan tetap hening. Beberapa peserta tampak terpengaruh oleh visi yang disampaikan Kinan, sementara yang lain tetap memasang wajah skeptis. Namun, menjelang akhir pidatonya, Kinan menurunkan nada suaranya. Kata-kata terakhirnya tidak diucapkan dengan lantang, tetapi justru lebih dalam menusuk hati.

“Sayangnya, tiga hal ini mungkin hanya bisa dilakukan dalam ruang kedap udara, karena kemunafikan, ketidaksetiaan, dan keculasan telah menjadi pemenang atas keinginan seseorang yang ingin mengabdi di tempat ia dilahirkan, dibesarkan, dan mencari penghidupan. Saya hanya ingin berbuat lebih baik dan diberi kesempatan membuktikan diri.”

Ruangan kembali sunyi. Tidak ada tepuk tangan, tidak ada sorakan. Yang ada hanya tatapan-tatapan yang beragam—ada yang terpaku, ada yang menghindari kontak mata, dan ada pula yang mulai berbisik satu sama lain.

Tiba-tiba, sorakan keras terdengar dari barisan depan. Seorang relawan muda, dengan mata berbinar dan penuh semangat, berdiri dan bertepuk tangan. Sorakan itu diikuti oleh beberapa peserta lain, menciptakan gelombang dukungan yang perlahan menyebar ke seluruh ruangan. Wajah Kinan sedikit melembut, matanya penuh haru.

Di tengah sorakan itu, Sutarna dan Wirata saling pandang dengan wajah yang semakin kaku. Mereka tahu, meskipun dukungan ini tidak bisa mengubah hasil yang sudah mereka rencanakan, namun semangat dan integritas Kinan telah menyentuh hati banyak orang.

Sementara itu, Rangga dan Beno merasa lega dan bangga. Mereka tahu, apa pun hasilnya, Kinan telah memenangkan hati banyak orang dengan keberanian dan ketulusannya.

Di Tempat Lain, Kantor Pak Pranoto…

Di balik meja kerjanya, Pak Pranoto menekan tombol panggilan di ponselnya dengan gusar. Nada sambung terdengar berulang kali, tetapi tidak ada jawaban. Ia mengumpat pelan, lalu mencoba lagi. Tetap tidak diangkat.

“Sialan! Sutarna tidak mengangkat teleponnya!” geramnya, tangannya mengepal di atas meja. Wajahnya memerah karena marah.

Ia menoleh ke arah pintu dan berteriak, “Sukono! Masuk!”

Seorang pria berperawakan tegap dengan setelan rapi segera masuk ke dalam ruangan. “Siap, Pak.”

Pak Pranoto menunjuk ponselnya dengan ekspresi marah. “Segera ke tempat pemilihan. Pastikan Kinan yang terpilih. Aku tidak peduli bagaimana caranya.”

Sukono mengangguk cepat. “Saya segera berangkat, Pak.” Wajahnya menunjukkan kesungguhan untuk menjalankan perintah.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *