Pulau Kelapa – Hujan tidak turun, namun air laut naik dengan ganas. Sejak Senin pagi, rob merayap masuk ke pemukiman warga di RT 001/03, Kelurahan Pulau Kelapa. Air yang awalnya hanya menggenangi halaman, perlahan naik hingga masuk ke dalam rumah, membawa kepanikan dan luka bagi para penghuninya. Di tengah kekacauan itu, sebuah aksi heroik menggema, menunjukkan bahwa pahlawan seringkali muncul dari seragam oranye.
Suhendri, Koordinator PPSU Kelurahan Pulau Kelapa, sedang memimpin anggotanya untuk memindahkan barang-barang warga ke tempat yang lebih aman. Suara tangis seorang bayi yang memecah keheningan sontak membuat semua orang berhenti sejenak. Tangis itu berasal dari dalam sebuah rumah yang ketinggiannya sudah mencapai perut orang dewasa.
“Ada bayi di dalam! Ibunya panik, tidak bisa menggendongnya sambil menyelamatkan barang lain,” teriak seorang warga.
Tanpa pikir panjang, dua anggota PPSU langsung menerobos genangan air yang keruh dan dingin. Mereka berjalan tertatih-tatih, meraba-raba dinding rumah untuk menemukan sumber tangis. Di dalam kamar tidur, mereka menemukan seorang ibu yang sudah sangat cemas sambil memegang bayinya yang menangis kencang.
Dengan sigap mengambil bayi itu dari pelukan sang ibu, membelai lembut punggungnya untuk menenangkannya. Sementara itu, Budi membantu si ibu berjalan keluar dari kamar yang semakin terendam. Di tengah air yang setinggi dada, Anwar menggendong bayi itu dengan hati-hati, seperti menyelamatkan harta yang paling berharga. Sesampainya di luar, tangis bayi itu perlahan mereda, seolah tahu bahwa ia kini berada di tangan yang aman.
Aksi penyelamatan itu menjadi secercah harapan di pagi yang kelabu. Namun, di balik drama itu, Suhendri melihat penderitaan yang lebih luas. Ia menceritakan, setelah air mulai surut, pemandangan yang tersisa adalah puing-puing kehidupan warga yang porak-poranda.
“Banyak sekali alat elektronik warga, terutama kulkas, yang korslet karena terendam air. Semua perabotan, kasur, perlengkapan rumah tangga, basah kuyup dan tidak bisa diselamatkan,” kata Suhendri dengan mata berkaca-kaca.
Bencana itu tidak hanya membawa air, tetapi juga sampah dan kotoran. Setelah air laut surut, sisa-sisa lumpur dan tumpukan sampah yang sebelumnya meluap dari saluran IPAL bercampur dengan limbah rumah tangga, memenuhi halaman dan jalan setapak. Bau yang tak sedap pun menyebar, menambah derita warga.
Tugas PPSU pun belum selesai. Setelah menjadi penyelamat, mereka kembali mengenakan sarung tangan dan membawa sapu, sekop, serta gerobak. Mereka membersihkan sisa-sisa kekacauan yang ditinggalkan rob, memulihkan wajah kampung yang sempat lumpuh oleh air laut.
Dua anggota PPSU yang baru saja menyelamatkan seorang bayi, kini berdiri berdampingan dengan rekan-rekannya, menyapu lumpur dan sampah dengan tekad yang sama—melayani masyarakat, di saat mereka paling membutuhkan.









