Cerpen  

Kinanda

Avatar photo

Karta yang sejak tadi dipenuhi amarah kini terpaku. Ia menatap tubuh Kinan yang tak bergerak, dan untuk pertama kalinya, sorot matanya berubah. Jantungnya berdebar keras, napasnya tercekat.

Tangannya yang masih terangkat mulai gemetar.

“Apa yang telah aku lakukan…?” gumamnya, suaranya dipenuhi penyesalan yang terlambat datang.

Ia berjongkok di samping Kinan, menyentuh bahunya, mencoba mengguncangnya pelan.

“Kinan… bangun, Nak…” suaranya jauh lebih pelan, lebih lirih.

Tapi Kinan tetap diam.

Asmara menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya ikut bergetar. Suasana ruangan mendadak sunyi… hanya suara tangisan Ning yang terdengar, memenuhi malam yang seakan berhenti berputar.

*****

Kinan membuka matanya perlahan. Pandangannya masih sedikit buram, tubuhnya terasa lelah seolah baru saja melalui perjalanan panjang. Tapi di balik kelelahan itu, ada sesuatu yang berbeda—sebuah perasaan yang begitu hangat menyelimuti hatinya.

Saat kesadarannya semakin pulih, ia melihat Karta dan Asmara berdiri di samping tempat tidurnya. Wajah mereka dipenuhi kebahagiaan, senyum hangat menghiasi bibir mereka.

“Kinan, bangun…” suara Asmara terdengar lembut, penuh kasih sayang. “Anakmu sudah lahir.”

Sekejap, semua rasa lelah menghilang. Mata Kinan membelalak, jantungnya berdebar lebih cepat. Ia langsung bangkit dari tempat tidur, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Tanpa menunggu lebih lama, ia bergegas menuju ruang persalinan.

Saat ia membuka pintu, suara tangis bayi menggema di ruangan itu—nyaring, hidup, penuh keajaiban.

Hatinya bergetar.

Di atas ranjang, Ning berbaring dengan wajah yang pucat namun dipenuhi senyum kelelahan. Matanya memancarkan kebahagiaan yang tak tergambarkan.

Kinan melangkah mendekat, menatap Ning dengan mata yang berbinar. Tanpa ragu, ia memeluk istrinya erat, seolah ingin membagikan semua kebahagiaan yang memenuhi dadanya.

“Terima kasih, sayang…” bisiknya penuh haru. “Terima kasih telah memberiku seorang anak laki-laki.”

Ning tersenyum kecil, meski tubuhnya masih lemah. Ia membalas pelukan Kinan, merasakan kehangatan dan cinta yang begitu mendalam.

“Aku cinta kamu, Kinan…” suaranya pelan, penuh ketulusan. “Dan aku cinta anak kita…”

Asmara yang menggendong bayi kecil itu tersenyum, lalu dengan hati-hati menyerahkannya kepada Kinan.

Kinan menerima bayinya dengan tangan yang sedikit gemetar. Saat ia menggendong anaknya untuk pertama kali, keajaiban lain pun terjadi—tangisan bayi itu mereda, dan sepasang mata kecil yang bening menatapnya lekat-lekat.

Waktu seakan berhenti.

Kinan menelan ludah, merasakan emosi yang meluap-luap di dadanya. Ada kebanggaan, ada cinta, ada janji yang tanpa suara terukir di hatinya—janji untuk selalu melindungi, membimbing, dan mencintai anak ini dengan segenap jiwanya.

“Aku akan memberinya nama… Kinanda,” ucapnya lirih, suaranya dipenuhi kasih sayang yang tak terhingga.

Karta dan Asmara saling berpandangan, lalu tersenyum haru. Mereka mengangguk penuh restu, bahagia melihat keluarga kecil yang baru saja terbentuk.

Di ruangan itu, hanya ada kebahagiaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *