Wisata  

Makam Raja Pandita di Pulau Tidung: Jejak Sejarah yang Menginspirasi

Avatar photo
Dok. Istimewah

Pulau Tidung, salah satu permata dari Kepulauan Seribu, sering kali dikenal sebagai destinasi wisata alam dengan keindahan pantai dan lautnya yang memukau. Namun, di balik panorama indah tersebut, ada sebuah kisah sejarah yang tersembunyi, menunggu untuk ditemukan oleh para pelancong yang haus akan pengetahuan. Salah satu tempat yang paling berkesan di pulau ini adalah Makam Raja Pandita, sebuah situs religi yang menyimpan jejak perjuangan seorang raja pejuang melawan kolonialisme Belanda.

Raja Pandita, nama yang mungkin tidak asing bagi sebagian orang, memiliki kisah hidup yang luar biasa. Ia lahir pada 20 Juli 1817 di Malinau, Kalimantan Utara, dengan nama asli Aji Muhammad Sapu atau dikenal dengan nama kecil Kaca. Pada tahun 1853, ia dinobatkan sebagai Raja Tanah Tidung dengan gelar Panembahan Raja Pandita. Sebagai pemimpin, ia dikenal tegas dan visioner, selalu menolak dominasi asing yang ingin menguasai wilayahnya. Sikapnya yang anti-kolonial membuatnya menjadi sosok yang ditakuti oleh Belanda.

Namun, perlawanan Raja Pandita bukanlah perlawanan bersenjata yang mengorbankan rakyatnya. Ia memilih jalan damai demi melindungi masyarakatnya dari pertumpahan darah. Meskipun begitu, sikapnya yang menentang kekuasaan Belanda membuatnya menjadi target utama. Akibatnya, ia ditangkap dan diasingkan ke berbagai tempat, termasuk Banjarmasin, Jepara, dan Batavia. Perjalanan pengasingannya adalah cerita tentang keteguhan hati seorang pemimpin yang tetap teguh pada prinsipnya meskipun dalam tekanan besar.

Baca Juga :  Pulau Macan, Si Cantik dengan Sensasi Alami
Dok. Istimewah
Dok. Istimewah

Pada tahun 1892, Raja Pandita akhirnya dibuang ke sebuah pulau terpencil di Kepulauan Seribu. Di sana, ia memberikan nama “Pulau Tidung” kepada pulau tersebut, mengabadikan nama kerajaannya di Kalimantan. Nama ini menjadi simbol perlawanannya yang terakhir, sebuah cara untuk memastikan bahwa jejaknya tidak akan hilang begitu saja. Di pulau inilah, ia menghabiskan sisa hidupnya hingga wafat pada tahun 1898. Makamnya pun menjadi saksi bisu dari perjuangan seorang raja yang tak pernah menyerah.

Selama lebih dari satu abad, makam Raja Pandita sempat hilang dari catatan sejarah. Namun, pada tahun 2011, Lembaga Adat Besar Tidung Kalimantan Timur berhasil menemukan lokasi makam setelah pencarian panjang. Penemuan ini membuka pintu bagi generasi modern untuk mengenal kembali sosok Raja Pandita dan perjuangannya. Makam tersebut kini menjadi salah satu destinasi wisata religi yang populer di Pulau Tidung, menarik peziarah dan wisatawan dari berbagai daerah.

Bagi para peziarah, kunjungan ke Makam Raja Pandita bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga momen refleksi tentang nilai-nilai kepemimpinan dan perjuangan. Banyak yang datang untuk mendoakan arwah sang raja, sambil merenungkan arti keteguhan dalam menghadapi cobaan. Beberapa agen perjalanan bahkan memasukkan kunjungan ke makam ini sebagai bagian dari paket wisata mereka, menggabungkan unsur religi dengan eksplorasi alam Pulau Tidung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *