Kepulauan Seribu – Di tengah perayaan Idul Adha, Kepulauan Seribu menghadapi tantangan besar: kiriman ribuan ton sampah yang diduga berasal dari 13 muara sungai di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi (Jatabek). Sampah ini terbawa arus laut dan mencemari hampir semua pulau permukiman di wilayah tersebut.
Dari pantauan langsung BeritaPulauSeribu dan laporan masyarakat, sampah kiriman ini terdiri dari plastik, kayu, dan limbah rumah tangga yang telah terdampar di pantai maupun masih hanyut di tengah laut. Diperkirakan, jumlah sampah yang masuk ke perairan Kepulauan Seribu mencapai ribuan ton, mengancam ekosistem laut dan aktivitas masyarakat pesisir.
Bupati Kepulauan Seribu, Muhammad Fadjar Churniawan, menyatakan bahwa masalah sampah kiriman ini adalah persoalan klasik yang terus berulang setiap tahun. Ia menegaskan bahwa sampah yang masuk ke perairan Kepulauan Seribu berasal dari 13 sungai utama yang bermuara ke laut.
“Memasuki musim penghujan, wilayah laut Kepulauan Seribu akan dipenuhi sampah kiriman dari wilayah darat. Ada 13 sungai yang mengalir ke laut Kepulauan Seribu,” ujar Fadjar usai menunaikan shalat Idul Adha di Pulau Pramuka, Jumat (6/6/2025).
Ia meminta Suku Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kepulauan Seribu serta SKPD terkait untuk meningkatkan upaya pembersihan dan mencari solusi inovatif guna menanggulangi masalah ini.
“Kita juga bekerja sama dengan pemerintah daerah yang berkaitan langsung seperti Bekasi dan Tangerang. Harus ada metode dan kesepakatan yang kuat agar masalah sampah ini tidak terulang terus,” tegasnya.
Berdasarkan laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, jumlah sampah yang berhasil diangkat dari perairan Pulau Tidung pada Mei 2025 mencapai 250 ton. Selain itu, program Bank Sampah di Pulau Kelapa berhasil menekan volume sampah rumah tangga hingga 80 persen.
Namun, meskipun ada upaya pengelolaan sampah, kiriman sampah dari daratan tetap menjadi ancaman besar bagi ekosistem laut dan aktivitas masyarakat pesisir.
Konservasi dan Pariwisata Terancam
Kepala Seksi Peran serta Masyarakat Sudin LH Kepulauan Seribu, Riza Lestari Ningsih, menegaskan bahwa sampah laut atau marine debris merupakan permasalahan yang kompleks dan membutuhkan keterlibatan banyak pihak.
“Sumber sampah kebanyakan berasal dari daratan, termasuk pulau-pulau besar di sekitar. Solusinya adalah penanganan dari semua stakeholder yang ada,” jelasnya.
Selain mengganggu aktivitas nelayan, pencemaran ini juga berdampak pada sektor pariwisata dan konservasi lingkungan. Sampah yang menumpuk di pantai dan perairan mengancam kelestarian biota endemik Kepulauan Seribu, termasuk penyu dan terumbu karang yang menjadi daya tarik wisata.
Sejumlah aktivis lingkungan menyerukan perlunya pengelolaan sampah terpadu, termasuk edukasi masyarakat, peningkatan patroli konservasi, dan kerja sama lintas daerah untuk mengurangi sampah kiriman.
Dengan kondisi laut yang semakin tercemar, Kepulauan Seribu menghadapi tantangan besar: akankah ada langkah nyata untuk menghentikan ancaman ini, atau biota laut terus kehilangan habitatnya?